Sunday, October 17, 2010

Musibah Keluarga

Apa yang kami khawatirkan, akhirnya terjadi juga. Salah satu diantara kami harus ‘merasakan’ nginap di rumah sakit di tempat yang jauh dari sanak family, di Depok ini. Yah, Nadya terpaksa harus kami bawa ke RS Mitra Keluarga Depok karena ia muntah-muntah seharian, sejak jam 9 pagi hingga jam 2 dini hari. Tak ada makanan dan minuman yang sanggup bertahan di lambungnya. Semua dimuntahkan, termasuk air minum sekalipun.

Musibah ini datangnya beruntun. Abi yang pertama kena. Rabu sore, sepulang dari kampus, Abi merasakan sakit pada lambung, nyeri. Karena sudah pernah terjadi hal yang sama saat Ramadhan yang lalu (bulan lalu), maka hanya diberi minyak gosok, balsem, dan minyak theraphys. Alhamdulillah, Abi sudah sembuh malam harinya. Namun, tiba-tiba saja, esok harinya, kamis, Ummi kena diare. Ummi muntah-muntah dan BAB terus-menerus, hingga lemas. Setelah mengkonsumsi obat dan minum air kelapa, alhamdulillah Ummi sembuh juga.

Pada hari yang sama, Hilmi juga menderita diare. Untungnya, Hilmi tidak muntah-muntah, hanya BAB terus. Keadaan Hilmi mulai mendingan dua hari kemudian, sabtu pagi. Pada sabtu pagi tersebut, giliran Nadya yang kena. Sebenarnya Nadya bangun dalam kondisi ceria dan kelihatan sehat seperti hari-hari sebelumnya. Tiba-tiba saja setelah sarapan Nadya muntah. Maka, ia diberi madu dan badannya gosok dengan minyak kayu putih. Karena tidak kunjung berhenti muntah, bahkan disertai BAB, maka Nadya diberi minum air kelapa. Dugaan Abi dan Ummi, Nadya keracunan makanan saat sarapan. Tidak mempan juga. Sorenya, ia dibawa ke dokter praktik. Dokter memberikan obat diare, penurun panas (demam), antibiotik, dan obat anti-muntah. Seperti saran dokter, Nadya baru diberi makan dan minum setengah jam setelah diberi obat anti-muntah. Sayangnya, Nadya masih muntah terus. Apapun yang masuk ke mulutnya akan keluar lagi. Minum air putih sekalipun, sesaat kemudian keluar lagi lewat muntah.

Abi dan Ummi tidak bisa menunggu lama. Pukul 2 dini hari, Nadya diboyong ke Rumah Sakit Mitra Keluarga. Situasi saat itu sungguh tak mengenakkan. Hilmi terpaksa kami tinggalkan dalam keadaan tidur. Pintu kamar kost kami kunci lalu kuncinya dititipkan pada tetangga kamar sekalian titipkan Hilmi kalau-kalau dia terbangun.

Sementara itu, Abi menggendong Nadya dan Ummi menggendong tas ransel sambil berjalan di keheningan sejauh setengah kilometer untuk mendapatkan taxi. Abi dan Ummi tidak punya informasi tentang rumah sakit yang menerima asuransi kesehatan (askes) dan yang biayanya murah. Satu-satunya informasi yang dimiliki adalah biaya periksa dan berobat di RS.Bunda Margonda sangat mahal, sementara RSUD Depok sangat jauh. Maklum, selama ini kalau ada anggota keluarga yang sakit, hanya Puskesmas Pancoran Mas yang disambangi, semua gratis. Biaya pemeriksaan dokter gratis, biaya obat juga gratis.

Akhirnya RS.Mitra Keluarga yang berada tepat di depan kantor Balaikota Depok yang dituju. Masuk ke UGD, Ummi melakukan registrasi ke receptionist dan Abi diminta langsung membawa masuk Nadya ke ruang periksa UGD. Begitu tahu kalau rumah sakit itu tidak menerima askes, mulanya Abi dan Ummi ragu, namun kondisi Nadya harus segera ditangani. Apa boleh buat, urusan biaya belakangan saja dipikirkan.

Di ruang UGD, Nadya diperiksa dan langsung diambil sampel darahnya untuk dicek di laboratorium, sekaligus langsung diinfus karena sudah dehidrasi. Alhamdulillah, Nadya kuat dan sangat sabar. Empat kali tangannya kena suntik (2 di tangan kiri, 2 di tangan kanan), dia tidak menangis. Selain kuat dan sabar, sepertinya dia sudah lemas dan pasrah. Memang cukup kesulitan mencari nadinya, karena sudah dehidrasi.

Hasil lab menunjukkan kadar leukosit Nadya di atas normal (15.000
µl), sementara normalnya hanya 5.000-10.000 µl. ada pula dua parameter lain yang di luar batas normal. Yang jelas Nadya harus diopname. Abi agak cemas memikirkan biaya yang harus dibayar nanti melihat kondisi rumah sakit yang cukup mewah kelihatannya, tapi Nadya harus segera mendapatkan penanganan lebih lanjut. Obat-obatan juga harus segera diinjeksi, karena kalau diminum akan dimuntahkan juga, sehingga tidak efektif. Konsumsi makanan dan cairan juga harus segera dimasukkan ke tubuh Nadya. Sebagaimana sejak awal, hanya kepada Allah SWT selalu Abi dan Ummi berharap dan memohon pertolongan. Maka Nadya disetujui untuk dirawat (diopname) di RS Mitra Keluarga tersebut, di kelas III bagian anak.

Hari-hari Nadya diopname di rumah sakit adalah hari-hari yang tidak menyenangkan. Bukan hanya karena Nadya dalam keadaan sakit, tapi juga pengkondisian di kamar kost dan di rumah sakit. Aturan RS Mitra sangat ketat, terutama yang berkaitan dengan jadual kunjungan pasien, batasan usia orang yang berkunjung, serta batasan jumlah penjaga pasien. Alhasil, Hilmi tidak diizinkan untuk nginap di rumah sakit, bahkan untuk masuk ke ruang perawatan anak pun tidak boleh. Saat Abi dan Ummi harus bersama-sama mengurus keperluan Nadya, Hilmi terpaksa ditinggalkan, biasanya di ruang lobi rumah sakit. Kalau sudah begitu, Hilmi merasa kesepian dan kerap ngambek.

Sekali waktu, saat gantian untuk menjaga Nadya, karena tidak memungkinkan meninggalkan Nadya sendirian, maka Ummi harus naik lebih dulu ke kamar Nadya di kamar 3262 dengan meninggalkan Hilmi di lantai 1. Jika Ummi sudah datang, maka Abi boleh meninggalkan Nadya. Saat ke lantai 1, Abi menemukan Hilmi sudah ngambek dengan cara duduk di lantai sendirian di tengah orang-orang yang berlalu-lalang di rumah sakit. Miris hati Abi melihat pemandangan seperti itu.

Begitu pula jika akan gantian jaga di rumah sakit. Hilmi harus kami tinggalkan di kamar kost sendirian dalam keadaan tidur. Untungnya, kami punya tetangga kamar seorang akhwat yang baik, mahasiswi BSI semeter 3. Kepada dialah kami menitipkan Hilmi jika harus gantian jaga di rumah sakit.

Hari-hari Nadya di rumah sakit adalah hari-hari air mata. Ummi kerap tak dapat menahan diri dan matanya nampak berkaca-kaca. Misalnya, ketika Hilmi sangat ingin bertemu Nadya, tapi tidak mendapat izin dari satpam rumah sakit. Abi juga merasakan kesedihan yang sama. Maka, hari-hari itu adalah hari-hari yang lebih khusyu’ mengadu kepada Allah ‘azza wa jalla. Hanya kepada-Nya semua persoalan pantas diadukan. Dan Dialah yang Maha Pemberi pertolongan.
Alhamdulillah, setelah opname selama 3 hari, Nadya diperkenankan pulang. Saat Nadya tiba di lantai 1, Hilmi yang melihat kakaknya, langsung menghambur ke arah Nadya dan memeluknya. Haru kembali menyeruak melihat tontonan itu.

Alhamdulillah, Allah masih memberi rezeki untuk membayar semua biaya Nadya selama di rumah sakit. Jumlahnya lumayan besar untuk ukuran PNS golongan IIIB yang sedang tugas belajar, Rp 3,4 juta. Dari jumlah itu, kami mendapatkan sumbangan hampir setengahnya dari orang-orang baik di Depok. Mereka adalah keluarga kami, meski bukan dari sanak family kami. Kami tidak bisa mengandalkan bantuan dari keluarga di Makassar. Untuk memberitahu perihal sakitnya Nadya pun kami tidak lakukan. Kami tidak ingin mereka merasa khawatir.
Rabu siang, tanggal 6 Oktober 2010, Nadya kembali ke kamar kost kami. Yah, masih di kamar kost. Semoga ini tidak terulang lagi, amin.

[+/-] Selengkapnya...

Keluarga NHA

Keluarga NHA