Monday, December 12, 2011

Bakat Menjual

Entah dari siapa bakat menjual Nadya diturunkan. Umminya memang telah menjual beberapa barang dagangan selama tinggal di Depok, mulai dari baju kaos sulam perca, pakaian muslim dari Tanah Abang, hingga produk tupperware. Tapi, si Ummi bukanlah pedagang tulen. Kalau menawarkan harga, selalu ada pertimbangan kasihan alias ‘tidak tegaan’. Abi Nadya apalagi. Belum sebuah barang pun pernah dijualnya.

Bakat menjual Nadya betul-betul sudah kelihatan. Belum lama ini, Nadya menagih rencana yang dia buat dengan umminya di Depok, bahwa kalau pulang ke Makassar akan membuat gelang, kalung, cincin dari bahan manik-manik untuk dijual. Setelah tertunda beberapa pekan, akhirnya rencana itu pun diwujudkan. Setelah jadi, Nadya langsung menjualnya di sekolah tempat si Ummi mengajar. Bukan hanya siswa yang ditawari, guru-gurunya juga disodori. Alhasil, beberapa gelang laris terjual dan pesanan pun datang.

Entah dari siapa bakat menjual Nadya diturunkan. Si Ummi memang telah menjual beberapa barang, tapi cara menjual Nadya berbeda. Dia bukan tipe penjual ‘tidak tegaan’. Suatu hari, seorang guru memesan sebuah gelang. Esoknya, Nadya membawa pesanan sang guru. Sang guru pun menerima, tapi belum memberikan uangnya. “Sebentar saya bayar ya Nadya…”, janji guru tersebut. Nadya mencoba bersabar menunggu. Beberapa jam kemudian, setelah guru tersebut menyelesaikan tugasnya di kelas, dia istirahat di lantai bawah. Nadya yang melihat guru tersebut merasa senang karena akan segera menerima uang hasil penjualannya. Eeh…, ternyata uangnya belum diberikan.

Nadya mencoba bersabar lagi. Saat Hilmi punya keperluan (beli kue yang dijual guru tersebut di sekolah) dengan guru tersebut, Nadya menawarkan diri untuk menggantikan Hilmi dengan harapan kalau dia berinteraksi dengan guru tersebut, dia akan ingat hutangnya. Dua kali Hilmi punya keperluan dengan guru tersebut, dua kali pula Nadya menggantikannya, tapi guru tersebut tidak juga ‘ingat’ akan janjinya membayar gelang yang sudah dibelinya. Sang guru malah naik kembali ke lantai 3 untuk mengajar pada jam berikutnya.

Nadya mulai kecewa. Profesinya sebagai pedagang mulai mendapatkan tantangan yang cukup berat. Berbagai cara halus untuk menagih telah dicobanya, tapi tidak berhasil. Dia malah sempat berujar “Kalau begini caranya, Nadya mau berhenti saja jual gelang”, ujarnya dengan nada kesal. Saat aktivitas di sekolah bubar, Nadya mendapatkan kesempatan terakhir untuk menagih piutangnya. Dia menunggu guru tadi turun ke lantai bawah. Saat guru tersebut sudah nampak, dia langsung menghampirinya. Tanpa basa-basi Nadya langsung menagih, “ Tante Hera, gelangnya belum dibayar”. Guru tersebut sangat malu pada Nadya dan merasa bersalah. Akhirnya Nadya pun mendapatkan haknya. Jadi, Nadya tidak jadi berhenti berdagang, kan?

[+/-] Selengkapnya...

Friday, September 2, 2011

Sholat 'Idul Fitri Bersama Menkominfo

Lebaran tahun 1432 Hijriyah ini cukup istimewa bagi keluarga kami wa bil khusus bagi Nadya dan Hilmi. Paling tidak ada 3 hal yang membuat lebaran tahun ini begitu istimewa. Pertama, kami melaksanakan sholat ‘idul fitri di lapangan Markas Komando Korps (makokor) Brimob RI di Kelapa Dua, Depok. Markas brimob yang biasanya dijaga ketat pintu gerbangnya tersebut ternyata bisa kami ‘tembus’ dengan mudah pada hari itu. Maklum, pintu gerbang tersebut dibuka lebar-lebar untuk warga sekitar makokor brimob yang mau melaksanakan sholat ‘id di tempat tersebut.

Hal kedua yang menjadikannya istimewa adalah karena pada pelaksanaan sholat ‘id tersebut, menkominfo, Ir.Tifatul Sembiring yang menjadi imam dan khatibnya. Menteri yang dikenal punya ‘fans’ terbanyak di twitter tersebut sempat diberi gelar kiai haji (KH) oleh kepala seksi SDM korps Brimob yang membawakan sambutan. Bersama keluarga besar korps Brimob dan warga sekitar, kami juga sholat bersama tahanan khusus makokor brimob yang lagi ‘naik daun’, Nazaruddin dan beberapa tahanan lainnya.

Ketiga, Nadya dan Hilmi ikut merasakan kebahagiaan anak-anak Depok saat tiba hari lebaran. Budaya bagi-bagi ‘angpao’ baru mereka alami sendiri tahun ini. Tiba di rumah setelah menunaikan sholat ‘id, Nadya dan Hilmi sudah disambut oleh ‘engkong’ dengan selembar uang ‘goceng’ (lima ribu rupiah). Merasa sudah cukup dengan selembar goceng di tangan, Hilmi merasa heran ketika disodori oleh P’Rudi (tetangga kami) selembar uang sepuluh ribu rupiah, ketika kami berkunjung ke rumah beliau. Awalnya, Hilmi tidak mau menerimanya sambil memperlihatkan uang gocengnya tadi. Setelah ‘dipaksa’ barulah dia ambil, Nadya pun menerima selembar uang yang sama. Di rumah P’Eddy Nursantio mereka juga dapat masing-masing 5 lembar uang dua-ribuan. Oleh B’Yoyoh mereka juga menerima permen yang dibalut dengan selembar uang kertas.

Dengan beberapa lembar uang ribuan tersebut, Nadya dan Hilmi yang selama ini menabung pakai celengan dengan uang recehan, sekarang punya dompet khusus untuk menyimpan uang mereka yang jumlahnya sudah 30-an ribu. Karena itu, muncul inisiatif dari ummi untuk membukakan rekening baru di Bank Muamalat masing-masing untuk Nadya dan Hilmi.

[+/-] Selengkapnya...

Ramadhan 1432 H.

Ada kemajuan yang cukup berarti bagi Nadya dan Hilmi dalam pelaksanaan ibadah puasa tahun 1432 Hijriyah ini. Meskipun mereka baru mampu menyelesaikan 1 hari puasa hingga maghrib, tapi pencapaian pada hari-hari yang lain cukup menggembirakan. Tiga hari awal Ramadhan, Nadya dan Hilmi ikut makan sahur bersama abi dan ummi pukul 4 dini hari. Mereka juga belajar I’tikaf di masjid pada 10 malam terakhir.

Selain sehari berpuasa hingga maghrib, Nadya berhasil menyelesaikan puasanya hingga adzan ashar selama 9 hari. Sisanya, puasa hingga waktu dhuhur yang kemudian dilanjutkan lagi berpuasa hingga maghrib setelah berbuka pada waktu dhuhur tersebut. Nadya juga sempat sakit selama 8 hari, sehingga tidak berpuasa.

Hilmi tidak mau kalah dengan kakaknya. Untuk pencapaian hingga waktu maghrib, Hilmi berhasil menyamai ‘prestasi’ kakaknya. Hilmi yang juga sempat sakit selama 3 hari dalam bulan Ramadhan tahun ini hanya mampu berpuasa hingga waktu ashar selama 4 hari. Selebihnya, Hilmi masih mengoleksi hari-hari puasanya dengan berbuka pada waktu dhuhur dan maghrib.

Pada bulan Ramadhan tahun ini, Nadya juga sangat bersemangat menunaikan shalat tarawih pada malam hari, sedangkan Hilmi masih merasa terpaksa ikut. Bersemangatnya Nadya dikarenakan melihat ramainya orang yang datang untuk shalat tarawih, sedangkan Hilmi merasa berat untuk bertarawih karena banyaknya raka’at ibadah malam hari tersebut.

Tiga hari awal Ramadhan, Nadya dan Hilmi ikut makan sahur bersama abi dan ummi pukul 4 dini hari. Selanjutnya, mereka makan sahur pagi hari ketika bangun sebagaimana pada hari-hari sebelum datangnya Ramadhan.

Khusus kegiatan I’tikaf, Nadya dan Hilmi nampak sangat ‘menikmati’. Pada malam ke-25, abi dan ummi membawa mereka I’tikaf di Masjid Ukhuwah Kampus UI Depok. Sedangkan pada malam ke-27 kami i’tikaf di Masjid kantor walikota Depok. Kegembiraan mereka selama I’tikaf pada kedua malam tersebut karena melihat ramainya jama’ah yang datang terutama jama’ah anak-anak. Sementara orangtua mereka asyik dengan tilawah al-qur’an dan sholat, mereka juga asyik bermain dan berlari di halaman masjid yang sangat luas. Mereka juga ‘dibebaskan’ untuk tidur jam berapapun mereka mau. Wah, Nadya, Hilmi, dan anak-anak yang lain gembira luar biasa. Pada kegiatan I’tikaf tersebut, kami datang ke masjid selepas sholat tarawih dan pulang ke rumah setelah sholat subuh. Dengan begitu, Nadya dan Hilmi bisa melihat bergantinya malam menjadi pagi.

Ket gbr:
- bintang kecil = puasa hingga dhuhur, buka, puasa lg hingga maghrib
- bintang besar = puasa hingga ashar
- bintang susun = puasa hingga maghrib

[+/-] Selengkapnya...

Friday, August 19, 2011

Pokoknya, Hilmi Mau Naik Mobil

Hari ini adalah hari terakhir siswa PAUD Syakura Kids belajar sebelum masuk masa libur Idul Fitri 1432 H. Siswa(i) kelas B membawa pulang kartu lebaran untuk orangtua mereka yang mereka buat bersama Bu Indah, guru mereka, kemarin. Ada dialog menarik antara Bu Indah dan Hilmi saat bernegosiasi untuk menetapkan kalimat yang akan dituliskan pada kartu lebaran tersebut.

Bu Indah: Hilmi mau tulis apa di kartu lebarannya?
Hilmi : Hilmi mau naik mobil
Bu Indah: Ini bukan tentang cita-cita, Bang Hilmi. Apa yang Bang Hilmi mau tulis untuk Abi dan Ummi?
Hilmi : Hilmi mau naik mobil
Bu Indah: Hilmi mau tulis, "Abi, Ummi, Selamat Lebaran ya...?"
Hilmi : Nggak, pokoknya Hilmi mau naik mobil!!!

Bu Indah berfikir sejenak, kemudian mencoba bertanya lagi ke Hilmi.
Bu Indah: Oh, jadi Bang Hilmi mau nulis, "Abi, Ummi, kalau lebaran nanti, Hilmi mau naik mobil bersama Abi dan Ummi. Begitu ya?
Hilmi : Ya, benar (Hilmi gembira karena Bu Indah paham maksudnya)

[+/-] Selengkapnya...

Tuesday, August 2, 2011

Pintu Masuknya

“Salah satu cara untuk memeriahkan penyambutan datangnya bulan suci Ramadhan adalah dengan melakukan acara bersih-bersih di rumah kita, kemudian menghiasinya. Misalnya, dengan menempel tulisan ‘Marhaban yaa Ramadhan’ atau ‘Selamat Datang Ramadhan’ di dinding rumah kita. Itu juga merupakan pintu masuk untuk menjelaskan kepada anak kita yang masih kecil tentang maksud datangnya bulan Ramadhan.”

Ada beragam cara yang bisa digunakan oleh orangtua untuk memberikan pemahaman kepada anaknya tentang suatu hal. Salah satu contohnya adalah seperti yang dikemukakan oleh Ust.Budi Darmawan di atas. Beliau memaparkan hal tersebut dalam ceramahnya pada Tarhib Ramadhan 1432 H. yang diadakan oleh Salam UI akhir bulan Juli lalu.

Apa yang dipaparkan oleh ust.Budi di atas telah terbukti di rumah kami. Ketika istri saya membuat hiasan di dinding dari kain flanel, anak kami, Nadya & Hilmi yang berusia 5,5 dan 4,5 tahun mendekatinya dan ikut membantu. Hiasan bertuliskan “Marhaban Ramadhan” dan “Welcome Ramadhan” di tempel di pintu masuk dan di dinding dapur.

Nadya mengamati sekali lagi tulisan tersebut ketika sudah terpasang di dinding, kemudian bertanya pada umminya, “Ummi, Ramadhan itu apa sih?” Pertanyaan itu menjadi awal tanya-jawab antara Nadya dan umminya, yang ternyata sekaligus menjadi pintu masuk untuk menjelaskan kepada Nadya (dan juga Hilmi) tentang kewajiban puasa pada bulan Ramadhan serta ibadah-ibadah lain yang menyertainya.

[+/-] Selengkapnya...

Sunday, July 10, 2011

Hilmi jadi Galak

Kemarin, Hilmi meninju perut Fathir, anak Bu Murni, salah seorang guru yang mengajar di PAUD Syakura Kids. Sebenarnya, Hilmi tidak bisa disalahkan. Diantara anak-anak yang dibawa oleh ibunya yang menjadi peserta “pelatihan pendidikan anak” yang diadakan di PAUD Syakura Kids kemarin, Fathirlah yang selalu mengganggu anak-anak yang lain, terutama Tsaqib, anak Bu Atik, guru PAUD yang lain. Kadang-kadang Tsaqib bisa membela diri, tapi lebih sering tidak berdaya, hingga ada luka bekas cakaran Fathir di bagian bawah mata kanannya. Kasihan melihat Tsaqib diperlakukan sedemikian rupa, Hilmi menghampiri Fathir dan langsung menghadiahinya sebuah pukulan.

Sewaktu pulang ke Makassar bulan Mei lalu, keluarga di Makassar heran melihat perubahan pada Hilmi. Hilmi yang dulu pemalu telah berubah menjadi Hilmi yang pemarah. Hilmi yang kalem telah menjelma menjadi Hilmi yang galak.

Kapan Hilmi mulai jadi galak? Sampai dengan tiga bulan lalu, Hilmi masihlah seorang anak yang kalem dan pemalu. Kalau dia diganggu oleh temannya di sekolah atau di tempat mengaji, dia diam saja. Pecinya dilepas, ia diam saja. Tangannya ditarik-tarik, ia hanya menepis tangan temannya kemudian duduk lagi. Hingga suatu saat, Hilmi diajak nonton oleh Rajef, teman barunya yang juga tetangga baru kami. Ternyata yang mereka tonton adalah film kartun Naruto. Sejak saat itu, Hilmi berubah. Dia tidak lagi diam kalau diganggu. Sayangnya, perubahannya tidak sampai di situ. Hilmi menjadi mudah marah. Sedikit saja diganggu, dia langsung bereaksi keras. Hilmi pernah memegang kerah baju anak yang mengganggunya. Dia juga pernah temanya dengan sebilah kayu gara-gara dicolek.

[+/-] Selengkapnya...

Main, main, dan main

Tiga bulan belakangan ini Nadya dan Hilmi keranjingan main. Pulang sekolah, main. Pulang ngaji, main. Apalagi kalau libur, bisa main seharian. Tidur siangnya tidak tenang karena khawatir bangun menjelang maghrib, sehingga tidak sempat lagi main. Bahkan, kadang-kadang Nadya tidur malam lebih cepat dari biasanya karena berharap esoknya bisa bangun lebih awal, sehingga waktu mainnya lebih lama.

[+/-] Selengkapnya...

Monday, April 4, 2011

Sisi Lain dari Hilmi

Hilmi cenderung bergantung pada kakaknya, Nadya. Dia agak sulit berkawan tanpa kehadiran kakaknya. Jika lagi sendiri di rumah, dia lebih senang main sendiri di kamar. Paling banter sampai di teras rumah. Hilmi juga cenderung manja dan agak cengeng. Sedikit saja ia terkilir karena jatuh, tangisnya langsung pecah.

Belakangan ini Hilmi memperlihatkan karakter lain dari yang biasanya tampak. Ternyata dia juga pengamat yang baik, minimal pengamat terhadap perilaku seisi kamar kos, Abi, Ummi, dan Nadya. Suatu malam, Abi cerewet memarahi Nadya & Hilmi hingga menimbulkan sikap jengkel dari mereka terhadap Abi. Ketika Abi ‘ceramah’ panjang-lebar, Nadya menimpali sambil berkata,”Abi marah-marah melulu”. Tanpa dinyana, Hilmi menyahuti perkataan kakaknya,”Ia nih, marah terus. Itu aja yang ada di pikirannya”. Perkataan Hilmi sontak membuat seisi kamar tertawa.
Logika Hilmi juga semakin tajam dan terus terasah. Pada suatu sore, dia bermain di teras rumah tempat kami bermukim. Saat bermain, gurunya di PAUD lewat. Bu Ila’ namanya. Setelah Bu Ila’ berlalu dan menyapanya, Hilmi masuk ke kamar menemui Abi dan Ummi. Hilmi: “Ummi, tadi ada Bu Ila’ lewat di depan”
Ummi: “Trus, Bu Ila’ bilang apa sama Hilmi?”
Hilmi: “Bu Ila’ cari kakak, katanya: kakak ngapain?”
Abi: “Bu Ila’ tidak cari Hilmi?”
Hilmi: “Ngapain cari ade’ (sebutan Hilmi untuk dirinya sendiri). Ade’ kan ada di situ berdiri”

[+/-] Selengkapnya...

Monday, March 28, 2011

Buku Gambar dan Tiga Solusi

Bukan kali ini saja Nadya dan Hilmi memperebutkan sesuatu. Sudah beberapa kali. Bahkan sering sekali. Kali ini mereka berebut buku gambar. Ummi mereka membeli 2 buku gambar. Penjual menyodorkan buku gambar dengan warna sampul yang berbeda dengan maksud agar mudah menandai pemiliknya nanti. Sayangnya, ketika buku gambar itu diberikan kepada Nadya dan Hilmi, mereka menginginkan warna sampul yang sama. Keduanya mau yang bersampul merah, yang hijau mereka tolak. Jadilah buku gambar warna merah itu sebagai rebutan.

Tiba-tiba Hilmi mengajukan tawaran solusi. “Adik punya ide. Bagaimana kalau kita hom..pim..pa..”, usul Hilmi pada kakaknya. Hilmi melanjutkan, “kalau begini (sambil memperlihatkan telapak tangan menghadap ke atas) berarti dapat buku merah, kalau begini (menelungkupkan telapak tangan) hijau.” Nadya sepakat dan keduanya mulai hom..pim..pa. Karena mereka sama-sama menginginkan yang warna merah, tentu saja keduanya memperlihatkan telapak tangan menghadap ke atas. Hal ini berulang beberapa kali dan tetap saja sama hasilnya. Nadya emosi, “adik Hilmi jangan ikut-ikutan begini (menghadap ke atas). Adik Hilmi begini (menghadap ke bawah) aja”. Hilmi menjawab, “kita (saya,pen) kan juga mau yang warna merah”.

Karena deadlock, Hilmi menawarkan solusi lain. “Ya sudah, kalau begitu kita sut aja. Kalau gunting dapat merah, kalau kertas dapat hijau.” Nadya lagi-lagi setuju. Keduanya kembali menyodorkan tangan. Nadya dan Hilmi sama-sama menyodorkan simbol gunting. Diulang, tetap sama hingga beberapa kali.

Hilmi melihat bahwa tawarannya belum membuahkan hasil. Dia lalu menawarkan solusi yang ketiga. “Mending, gini aja. Kita ambil crayon. Kalau ambil crayon biru berarti dapat buku merah, kalau crayon kuning berarti hijau.” Solusi ketiga Hilmi ini masih sama logikanya dengan yang pertama dan kedua. Belum bisa menyelesaikan masalah. Tapi, lagi-lagi Nadya setuju. Keduanya lalu mengambil crayon di tas masing-masing. Tentu saja, karena sama-sama mau buku gambar merah, keduanya mengambil crayon biru. Deadlock kembali terjadi.

Agar tidak berlarut-larut, Ummi mereka akhirnya menengahi. Apa yang ditawarkan Hilmi memang belum bisa menyelesaikan masalah, namun Hilmi punya poin positif dari kasus ini. Hilmi punya inisiatif memecahkan masalah dan punya usulan penyelesaian. Logika Hilmi memang belum sampai pada akar masalah, tapi dia sudah menuntun sel-sel syarafnya untuk bekerja ke arah akar masalah.

[+/-] Selengkapnya...

Saturday, March 19, 2011

Membaca Gambar

Nadya sudah pandai membaca, Hilmi baru bisa mengenal huruf. Hilmi sering mendengar kakaknya, Nadya membaca. Tentu Hilmi merasa kagum dan punya keinginan yang sama. Maka, ketika Nadya dibelikan buku bacaan, Hilmi juga diberi bagian.

Biasanya, setibanya di rumah (tepatnya, di kamar kos) kami, Nadya sudah tidak sabaran. Langsung saja dia buka bukunya dan dibacanya. Bagaimana dengan Hilmi?

Hilmi tidak mau kalah. Melihat kakaknya sedang membaca, dia pun membuka buku bacaannya. Tak lama kemudian, Hilmi pun terlihat sedang membaca, bahkan dengan suara yang cukup keras (karena pedenya). Kalimat demi kalimat mengalir dari mulutnya seakan membaca deretan huruf-huruf latin di buku tersebut. Ternyata, dia membaca berdasarkan gambar yang dilihatnya di buku tersebut.

Hilmi membaca cukup lancar layaknya anak yang betul-betul sudah pandai membaca. Kalimat yang satu dengan yang lainnya juga cukup berkaitan. Diam-diam, Nadya menyimpan rasa kagum dengan cara membaca adiknya itu. Nadya menyodorkan sebuah buku bacaannya untuk dibaca Hilmi. Puas dengan ‘kinerja’ adiknya, Nadya menyodorkan buku lain untuk kembali dibaca oleh Hilmi. Sampai-sampai Hilmi berujar “aduh, capek nih…bacanya”.

[+/-] Selengkapnya...

Kosa Kata

Penggunaan kosa kata seorang anak ternyata bersumber dari banyak hal. Bisa dari banyak mendengar, banyak melihat, atau banyak membaca. Kosa kata yang keluar dari mulut seorang anak sangat sering mengagetkan orang yang mendengarnya. Kami yakin, ini tidak hanya terjadi pada Nadya dan Hilmi, tapi kami sering dikagetkan oleh mereka dari ucapan-ucapan mereka.

Banyak kosa kata yang pernah dipakai Nadya dan Hilmi yang lebih cepat mereka ketahui daripada usia kami dulu ketika pertama kali menggunakan kosa kata itu. Sebut saja misalnya kata: “menurut saya…”, “sebenarnya…”, "ide", atau “…Nah, …” Kata-kata itu dipakai oleh Nadya saat menceritakan pengalamannya di sekolah, di tempat ngaji, atau di tempat main.

Suatu hari, Nadya membuat gambar di secarik kertas. Setelah itu, dia mewarnainya dengan perpaduan warna yang cukup bagus. Setelah selesai, kertas itu diperlihatkan pada Abi dan Ummi seraya meminta pendapat, “Menurut Abi sama Ummi, gambar kakak ini bagus atau tidak? Menurut kakak, bagus”.

[+/-] Selengkapnya...

Keterampilan Membaca

Alhamdulillah, semakin hari kemampuan membaca (huruf latin) Nadya semakin baik. Ini ditunjang oleh keinginan kuat Nadya untuk membaca yang cukup besar. Maka belanja buku & majalah anak-anak kami jadikan agenda bulanan.

Seperti halnya anak-anak lain yang sudah pandai membaca, Nadya gemar membaca tulisan di mana saja dia temukan. Di dalam buku, majalah, di papan reklame, sampai tulisan di koran.
Entah bagaimana mulanya. Suatu hari kami dibuat heran oleh Nadya yang sedang membaca sebuah berita di harian Radar Depok. Yang membuat kami heran adalah karena posisi tulisan yang Nadya baca terbalik. Ternyata, Nadya sudah bisa membaca tulisan terbalik, cukup lancar. Itu terjadi sejak bulan Januari lalu.

Kemampuan baca Nadya lainnya yang cukup mengagumkan di usianya saat ini adalah Nadya bisa memahami fungsi penomoran halaman pada koran. Itu kami ketahui ketika dia membaca potongan berita yang merupakan sambungan dari halaman sebelumnya (halaman-1). Ketika membaca bagian atas berita itu, dia tiba-tiba membolak-balik halaman koran tersebut. Halaman-1 pun dia temukan. Alangkah senangnya ketika dia menemukan potongan lain dari berita tadi. Dia pun berujar,”Nah… ini dia sambungan yang tadi”.

[+/-] Selengkapnya...

Aneka Pertanyaan

Kemampuan seseorang berfikir sejalan dengan perkembangan usianya. Mungkin karena perkembangan otak seiring dengan perkembangan usia. Pada usia 5 tahun saat ini, Nadya banyak menyampaikan pertanyaan tentang berbagai hal yang dipikirkannya.

Pada suatu kesempatan bepergian dengan umminya naik angkot, Nadya memperhatikan arah gerak kendaraan dan jalur yang dilaluinya. Ia pun bertanya, “kenapa kendaraan yang di sini (sambil menunjuk jalur angkot yang dinaikinya) semua menuju ke sana, kalau yang di sebelah menuju ke sana (arah yang berlawanan)?

Pada waktu lain, Nadya & Hilmi kami beri koin (pecahan 200an) untuk dimasukkan ke celengan masing-masing. Setelah mendapatkan koin itu, muncul keinginan mereka untuk jajan dengan koin itu. Mereka pun diberi penjelasan bahwa dengan uang segitu, tidak ada yang bisa dibeli. Nadya kemudian bertanya, “kalau begitu, untuk apa uang begini dibuat?

[+/-] Selengkapnya...

Monday, January 24, 2011

Logika Anak-anak

Logika Nadya cukup menonjol belakangan ini. Dia sering menunjukkan kalau cara berpikirnya lumayan berbobot. Suatu hari, saat Abi bingung mencari titik bocor kasur pompa yang sudah 3 dibeli, nadya memberi usul: “Abi buka baju saja supaya bocornya gampang didapat”.

Hari yang lain, saat berangkat ke sekolah bersama Hilmi ditemani Abi, kami berpapasan dengan penjual layangan kecil untuk anak-anak. Penjual layangan tersebut menanyakan lokasi sekolah Nadya dan Hilmi dengan maksud ingin menjual layangannya di sekolah tsb. Setelah Abi menunjukkan dengan penjelasan, penjual itu meneruskan langkahnya berlawanan arah dengan kami. Nadya berkomentar, “kenapa penjual itu tidak ikut saja dengan kita ya, Bi. Kan dia bisa tahu sekolahnya”.

Ummi sudah memberikan gambaran pada anak-anak kami bahwa kami akan kembali ke makassar kira-kira pada bulan Agustus 2011. Sementara itu, sekolah di PAUD dan di makassar sudah mulai pada bulan Juli. Jadi, ada jeda sekitar sebulan anak-anak tidak aktif sekolah. Nadya melangkah ke arah kalender yang tergantung di dinding. Dia mengamati sesaat kalender itu, kemudian buru-buru memanggil umminya. “Ummi, sini deh. Nih coba liat, kita kan pulang bulan 8. Sekolah kan bulan 7. Berarti Nadya masih bisa sekolah di PAUD kelas C1 bulan 7. Ya nggak, Mi?

[+/-] Selengkapnya...

Tuesday, January 11, 2011

Biarkan Saja

Abi, tiga puluh tambah tiga puluh satu berapa?” tiba-tiba saja Nadya bertanya soal hitungan sepulang dari mengaji sore kemarin. Karena merasa hanya pertanyaan sepintas, saya tidak menanggapinya serius. Ketika Nadya menanyakannya sekali lagi, saya hanya jawab “belum waktunya Nadya tahu.”

Sesaat kemudian, saya sadar bahwa tidak sepantasnya menghambat rasa ingin tahu anak. Tapi saya juga penasaran, kenapa Nadya tiba-tiba mau tahu penjumlahan bilangan yang terbilang besar seperti angka 31 dan 30 itu. Maka saya coba menanyainya. “Memangnya kenapa Nadya mau tahu 31 tambah 30. Ada yang tanya?” Dia menjawab, “Tadi, aku Cuma pikir-pikir sendiri. Bagaimana caranya menghitung tambah-tambah kalau tidak cukup lagi pakai tangan sama kaki?

Akhirnya, saya coba menjelaskan penjumlahan seperti itu dengan cara yang sederhana. Alhamdulillaah, Nadya bisa memahami. Penjumlahan yang angka depannya dijumlahkan sendiri dan angka belakangnya dijumlahkan sendiri juga. Tentu saja hanya sampai di situ dulu. Saya sengaja tidak melanjutkan dengan penjumlahan yang jumlah angka-angka belakangnya lebih dari sepuluh.

Beberapa hari sebelumnya, Nadya memang sudah belajar bagaimana menjumlahkan bilangan yang masih bisa dihitung dengan menggunakan tangan dan kaki. Ummi yang mengajarinya. Tapi itu atas kemauan Nadya sendiri. Penambahan bilangan yang jumlahnya hanya sampai sepuluh sudah lama diketahuinya, bahkan tanpa menggunakan jari-jari tangan. Lagi-lagi itu bermula dari rasa ingin tahu Nadya sendiri tanpa ada agenda untuk mengajarinya.
Menjumlahkan bilangan 31 dan 30 untuk anak seusia Nadya yang baru saja berulang tahun yang ke-5 memang terasa terlalu cepat, tapi biarkan saja jika dia sudah mau tahu. Biarkan dia mengeksplorasi dirinya sendiri. Sebagai orangtua, saya dan Ummi wajib memfasilitasinya, sebisa yang kami mampu, tentunya.

[+/-] Selengkapnya...

Keluarga NHA

Keluarga NHA