Monday, December 21, 2009

Insya Allah

Cukup fasih Nadya dan Hilmi mengucapkan kata ini. Mereka juga cukup paham dengan penggunaan kata tersebut, setelah mendengarnya berkali-kali diucapkan oleh Ummi. Mereka paham bahwa kata tersebut diucapkan Ummi kalau mereka menginginkan sesuatu, namun Ummi tidak bisa segera mewujudkannya.
Nadya : Ummi, besok kita ke Detos lagi main-main nah?
Ummi : Insya Allah, nanti kalau Abi sudah libur, yah…
Maka pada kesempatan lain, saat mereka ikut Ummi belanja ke warung tetangga:
Nadya: Ummi, insya Allah kalau Abi sudah punya uang, belikan juga itu nah (sambil menunjuk sesuatu) Hilmi: Saya juga Ummi yang ini (menunjuk barang yang lain) Ummi: Iya, insya Allah nanti dibelikan kalau uangnya cukup yah? Lama-kelamaan, mereka menganggap bahwa kata “insya Allah” dipakai untuk hal yang sulit diwujudkan atau bahkan tidak akan diwujudkan. Maka, saat menginginkan sesuatu dan mau segera dipenuhi, mereka bialng, “tidak usah insya Allah”.

[+/-] Selengkapnya...

Gue'-Lu...

Sedikit-banyak, Hilmi mulai terpengaruh dan akhirnya menggunakan beberapa kosakata Betawi, sekalipun dia belum paham betul artinya. Kata “gue” dan “lu” sering dia gabung penggunaannya menjadi “gue-lu”. Sepertinya, kata “gue-lu” dipahami oleh Hilmi sebagai kata yang digunakan saat seseorang merasa tidak senang atau jengkel pada orang lain.
Hilmi punya banyak teman di Kober, khususnya di Gg.Kesadaran, tempat kami ngekost. Sebagian besar mereka berasal dari keluarga Betawi. Dalam keseharian, mereka bercakap dalam bahasa Melayu dengan logat Betawi. Suatu hari Hilmi sedang main bersama kakaknya dan teman-temannya yang lain. Salah seorang temannya yang masih tergolong “adik” Hilmi tersebut sering mengganggunya dengan cara menarik-narik bajunya, merampas mainannya, bahkan mencubitinya. Hilmi tak ingin membalasnya, tapi sangat jengkel dan marah pada anak tersebut. Karena sakit hati dan sangat jengkel pada anak tersebut, Hilmi hanya bisa menangis sambil berteriak memaki-makinya; gue’lu… gue’lu…

[+/-] Selengkapnya...

Monday, November 16, 2009

Logat Nadya

Sebulan sudah Nadya berada di Depok sejak kedatangannya bersama Ummi dan Hilmi pada tanggal 16 Oktober lalu. Sedikit-banyak Nadya telah mengalami perubahan selama di Depok. Perubahan yang paling nampak adalah pada cara bicara alias logatnya.
Nadya (beserta Ummi dan Hilmi) ikut tinggal di kamar kost Abi di Jl.Kober Gg.Kasadaran No.6 Rt.03 Rw.05 Kelurahan Pondok Cina, Beji, Depok. Kebetulan banyak tetangga yang seusia dengan Nadya. Ada Eva, anak Pak Ketua RT. Ada Adrian, anak seorang juru cuci pakaian, serta Yulia, tetangga terdekat sekaligus cucu dari Baba Umsih, Sang empunya kamar kost yang Abi sewa. Teman-teman Nadya itu anak betawi semua. Tentu logat betawi mereka sangat kental mengingat usia mereka yang sudah lebih dari 4 tahun.
Suatu hari, ketika sedang bermain bersama Yulia dan Adrian, Nadya memperlihatkan beberapa bukunya yang berisi banyak gambar; berbagai macam buah, hewan, dan kendaraan. Yulia, seorang teman Nadya bertanya: "Gambar yang lain masih ada, nggak?". Berharap masih ada bukunya yang belum diambil, Nadya beranjak masuk ke kamar. Yulia yang tidak sabaran menyuruh Nadya bergegas sambil berteriak,"Nadya buruannn...!" Tidak lama kemudian Nadya datang sambil membawa buku berisi gambar beberapa hewan sambil berujar:"Ini beruangnya Yulia." Hehehe...rupanya saat itu Nadya belum paham maksud kata "buruan", sehingga ia mengira yang dimaksud adalah "beruang".
Kini, Nadya telah memahami banyak kosakata bahasa Betawi. Bahkan logat Nadya semakin hari semakin 'betawei' saja rasanya, seperti ketika menanyakan pada Ummi tentang sesuatu yang dilihatnya dari atas angkot, kemarin. "Ummi, itu apaan sih?"

[+/-] Selengkapnya...

Wednesday, November 4, 2009

Tergila-gila pada Kereta

Kita mungkin masih ingat betapa gemar Hilmi akan semua yang berwujud truk. Kalau kebetulan sedang di jalan dan melihat truk, Hilmi langsung mengalihkan pandangan pada kendaraan berukuran besar tersebut. Kalau lagi diajak membuka-buka buku berisi berbagai macam gambar benda, Hilmi akan berlama-lama memperhatikan gambar mobil, terlebih lagi mobil truk. Kalau dibelikan mainan, yang dipilihnya pun mobil truk. Tapi itu dulu. Sekarang Hilmi punya kegemaran baru.
Sejak hijrah ke Depok untuk menemani Abi studi S2 dua pekan lalu, Hilmi baru mengenal kereta listrik (KRL). Alat transportasi yang satu ini langsung dikenalkan oleh Abi pada Hilmi (dan juga Nadya) sehari setelah mereka tiba di Depok, tempat abi tinggal. Abi mengajak mereka beserta Ummi jalan-jalan ke Jakarta naik KRT Ekonomi AC. Sepulang dari jalan-jalan 'menikmati' KRT, Hilmi selalu bertanya:"Manami keretanya?". Sejak saat itu rasa penasarannya dengan kereta melebih yang lain, bahkan truk sekalipun. Nampaknya, truk sudah dilupakan oleh Hilmi sejak mengenal kereta.
Sabtu pekan lalu, Ummi mengusulkan untuk jalan-jalan ke danau UI. Dari Jl.Kober, tempat Abi menyewa kamar kost, danau UI dapat dijangkau dengan naik angkot (angkutan kota). Cukup dekat sebenarnya. Naik angkot sampai di Pocin (Pondok Cina), kemudian jalan kaki menuju ke danau UI.
Kebetulan jalan yang dilalui untuk menuju ke danau UI dari Pocin melewati stasiun kereta. Berulang kali Hilmi berhenti ketika mendengar suara kereta datang dan pergi. Dia mengalihkan pandangan ke arah lain saat kereta tidak lagi terlihat dan suaranya tidak lagi terdengar.
Pulang dari danau, Hilmi memaksa untuk naik kereta. Saat diberitahu bahwa banyak yang harus dikerjakan di rumah segera (Ummi harus mencuci pakaian & Abi harus mengerjakan tugas kuliah), Hilmi tetap memaksa untuk pulang ke Kober naik kereta. Jadilah Abi membeli 2 lembar karcis ekonomi harga Rp 1.500,- per lembar. Namanya saja kereta ekonomi, gerbongnya selalu sesak dengan penumpang. Jangankan untuk berdiri, untuk masuk saja sulit sekali. Dua kereta ekonomi telah lewat tanpa ada peluang untuk naik. Beberapa kereta ekonomi AC dan express juga sudah berlalu. Hilmi makin merengek untuk segera naik kereta.
Akhirnya, tibalah kereta ekonomi yang ke-3. Lagi-lagi penuh sesak dengan penumpang. Tapi, agar pekerjaan di rumah segera bisa diselesaikan, Ummi & Abi mengejar-ngejar kereta untuk mencari sedikit tempat. Ada memang. Di ruang masinis bagian belakang. Tempatnya kecil dan juga penuh. Hanya ada sedikit tempat untuk berdiri. Ummi pun segera naik sambil menggendong Hilmi. Abi ikut di belakangnya sambil menggendong Nadya.

[+/-] Selengkapnya...

Saturday, September 19, 2009

Saatnya Banyak Bertanya

Sepekan terakhir ini, Hilmi makin cerewet, kata ummi. Bukan karena suka marah, bukan karena sering rewel, tapi karena suka bertanya. Macam-macam yang ditanyakannya. Biasanya tentang segala hal yang dilihatnya. Berikut cerita ummi via sms:
Waktu naik pete-pete (sebuatan populer untuk angkutan kota,pen) dari Rappocini ke BTP Hilmi tidak berhenti bertanya. Mulai saat naik ke pete-pete sampai turun. Sementara Nadya kalem-kalem saja. Sesekali, Nadya menjawab pertanyaan adiknya itu.
Macam-macam pertanyaan Hilmi. Misalnya waktu pete-pete berhenti. "Kenapa berhenti?". Ummi jawab bahwa sopirnya sedang menunggu penumpang. Beberapa saat kemudian, pete-petenya jalan kembali tanpa tambahan penumpang. Hilmi tanya lagi, "Manami penumpangnya?"
Sejurus kemudian, dia tanya lagi. "Itu suara apa?". "Suara mesin pete-pete", jawab ummi. "Mana mesinnya?". Atau ketika melihat truk di seberang jalan, dia nanya:"Itu mobil truk apa isinya?"


[+/-] Selengkapnya...

Ekspresi Nadya & Hilmi tentang Abi

Sudah 3 pekan lamanya abi berpisah dengan Nadya, Hilmi, dan ummi. Rasa kehilangan dirasakan bersama oleh abi yang di Depok serta Nadya, Hilmi, dan ummi di Makassar. Nadya & Hilmi mengira abi pergi hanya sebentar. Ekspresi mereka atas ketiadaan abi di rumah beragam. Berikut beberapa ekspresi mereka yang diinfokan ummi via sms:
28-08
*) Pkl.13.55. Say, tlpki dulu, natanya teruski Hilmi
*) Pkl.20.31. Skr kami semua lg mkn es buah (dr al-kautsar). bilangji Nadya, "simpankan jg abi". Tdi wkt mau semprot kmr, Hilmi blg "abi sj"
29-08
pkl.20.56, Hilmi nyanyi2 terus.Pas ada suara motor, lgsgki lari sambil teriak:"abi pulang"
01-09
Nadya tanya sm ummi, "kenapa abi lama plg dr sekolah?"
10-09
*) Pkl.21.25, Nadya sdh bobo. Hilmi msh bicara sndiri sambil baring di kasur. Pura2ki nangis sambil panggil abi
*) Kl Hilmi dilarang melakukan sesuatu, dia bilang datangpi abi, ummi di?"
14-09
Pkl.19.23. Sementara main, tiba2 Nadya bilang: "rinduka sm abi"
Pkl.19.44. Skr kue browniesx sdh mau dipotong2, tdk sabaranki anak2. bilangji hilmi, "simpanx jg abi"
17-09
Pkl.05.45. Bj t'akhir yg abi pake disini blm kucuci, jaga2 jgn sampai kayak nadya dulu,tp ummixji yg selalu ciumki, hehehe.Anak2, kalo nangis yg dipanggil abi.

[+/-] Selengkapnya...

Tuesday, September 1, 2009

Abi Lanjut Studi, Nadya-Hilmi Tunjukkan Rindu

Jum'at siang lalu, tanggal 28 Agustus, Abi tinggalkan Kota Makassar untuk lanjut studi (S2) di UI Depok. Bersama keluarga yang lain, Nadya dan Hilmi ikut mengantar sampai di bandara Sultan Hasanuddin. Malamnya, Nadya dan Hilmi masih menunggu Abi pulang seperti biasa kalau pulang dari aktivitas di kampus PNUP.
Sorenya, Ummi dan teman2 ngaji buat acara ifthor jama'i di rumah. Es buah yang mereka bikin tidak habis hingga malam hari, sehingga sisanya disimpan di kulkas. Malamnya, Ummi, Nadya, dan Hilmi masih menikmati es buah yang tersisa. Nadya sempat berujar,"Simpankan juga Abi".
Hilmi lain lagi. Kebiasaan Abi mengusir nyamuk di kamar tidur dengan cara menyemprotkan 'baygon' beberapa jam sebelum anak-anak masuk kamar tentu tidak lagi bisa dikerjakan setelah siangnya Abi berangkat ke Depok untuk waktu 2 tahun. Tentu saja Ummi yang akan mengerjakan tugas itu. Cukup lama waktu yang dibutuhkan Ummi untuk menyemprot kamar. Soalnya harus memahamkan Hilmi bahwa Abi tidak akan pulang malam itu. Hilmi sempat melarang Ummi melakukan tugas itu karena berharap Abi pulang dan mengerjakan kebiasaan itu seperti kemarin-kemarin. "Abi saja", katanya melarang Ummi.
Siang hari itu, di bandara, Hilmi sulit melepas Abi pergi. Dia mau ikut ke Depok hari itu juga. Saat digendong Abi, Hilmi tidak mau turun dan tetap mempererat pelukannya pada Abi. Sangat mengharukan, terbawa hingga ke kamar kost Abi di Kukusan Teknik.

[+/-] Selengkapnya...

Wednesday, August 26, 2009

Nadya & Hilmi di Sekolah Ummi

Alhamdulillah, Ummi diterima sebagai salah seorang guru di SMP-IT Al-Kautsar. SMP swasta yang baru dibuka tahun 2009 ini langsung menerima siswa untuk tahun ajaran 2009/2010. Ummi terdaftar sebagai guru bidang studi Biologi. Berhubung masih baru, guru-guru diwajibkan hadir setiap hari untuk memantau siswa sekaligus membantu pekerjaan kepala sekolah. Nadya dan Hilmi sering ikut Ummi ke sekolah tersebut.
Ada cerita menarik tentang Nadya dan Hilmi di SMP-IT Al-Kautsar. Cerita Nadya berkaitan dengan peringatan, sedangkan cerita Hilmi terkait dengan selera. Keduanya berhubungan dengan seputar makan siang di sekolah itu.
Suatu hari, sepulang dari belajar di Al-Wildan, Nadya ikut Ummi ke Al-Kautsar. Saat waktu istirahat bagi siswa tiba, para siswa segera mengambil paket makan siangnya masing-masing, padahal waktu dhuhur sudah tiba. Tanpa ragu, Nadya spontan berteriak, "sholat dulu". Ummi pun lalu mengingatkan para siswa agar sholat dulu, baru kemudian makan siang. Setelah sholat, dengan ceria mereka langsung melahap hidangan makan siang. Melihat hal itu, Nadya kembali menegur, "baca doa dulu". Lagi-lagi Ummi bertindak untuk mengingatkan siswa agar membaca do'a sebelum makan.
Lain lagi cerita Hilmi. Tidak seperti di rumah, Hilmi sangat senang menghadapi hidangan makan siang di Al-Kautsar. Tentu saja, sekolah tidak menyiapkan khusus buat Hilmi, melainkan jatah Ummi yang dimakan bersama Hilmi. Suatu hari, Ummi dan Hilmi ke Al-Kautsar agak siang. Tiba di Al-Kautsar, Hilmi langsung mencari jatah makan siang Ummi. Ternyata belum ada. Hilmi lantas bertanya pada Ummi, "Mana makanananya Ummi?" Ketika dijawab bahwa belum datang, Hilmi ngamuk. Dia meminta Ummi untuk menelpon katering penyedia makan siang Al-Kautsar. Mungkin Hilmi sudah lapar ataukah sudah tidak sabar melihat lauk apa hari itu yang akan dihidangkan. hehehe...

[+/-] Selengkapnya...

Nadya Belajar Yel-yel 'Anak Sholeh'

Sejak bulan Juli tahun ini, Nadya diikutkan beraktivitas seperti 'anak sekolah' di playgroup Al-Wildan, playgroup yang dikelola oleh Yayasan Hidayatullah Makassar. Al-Wildan yang berlokasi di Bumi Tamalanrea Permai (BTP) membuat kami cukup tenang membebaskan Nadya beraktivitas tanpa ditemani. Guru-gurunya juga layak dipercaya. Sejak masuk playgroup, sudah banyak oleh-oleh yang Nadya bawa pulang; sikap anak sholeh, lagu-lagu anak sholeh, serta cerita Nadya tentang teman-temannya.
Ketika pulang 'sekolah' dengan bangga, Nadya menampilkan pelajaran yang diberikan guru-gurunya hari itu. Abi, Ummi, dan Hilmi biasanya menyimak. Ada 'Duduk Anak Sholeh' yang diperagakannya. Ada pula 'Lagu 1-2-3 versi Al-Wildan' yang dinyanyikannya. Bahkan ada 'yel-yel ala Anak Sholeh'.
Hingga saat ini, 'yel-yel Anak Sholeh' yang sering diminta kepada Nadya untuk mengulang-ulangnya, siapapun yang melihatnya pertama kali. Berikut teks 'yel-yel' tersebut:
Aaku, anak sholeh,
Rajin sholat, rajin ngaji,
Orangtua, dihormati,
Cinta islam, sampai matiii...
Laa ilaaha illallaah,
Muhammadar rasuulullaah,
Yeeees.....

[+/-] Selengkapnya...

Wednesday, July 22, 2009

Nadya dan Waktu

Akhir-akhir ini, Nadya sering bertanya, "jam berapami,Ummi? jam berapami, Abi?" Rasa penasaran membuatnya tak sabaran untuk tau cara membaca penunjukan waktu pada jam dinding. Pada kesempatan lain, Nadya menanyakan cara mengatur lamanya waktu (jangka waktu).
Keingin-tahuan Nadya tentang jam bermula dari jadual tayang beberapa sajian tv kegemarannya yang ingin diketahuinya. DORA yang ditayangkan tiap jam 9 pagi, JALAN SESAMA yang main tiap jam 2.30 pm, dan yang lainnya. Maka ummi mengajarinya dengan cara melihat 'jarum pendek' jam dinding. Kebetulan Nadya sudah tau angka-angka. Sukses. Nadya merasa sudah tau membaca jam dinding.
Pada kesempatan lain, Abi, Nadya, dan Hilmi lagi membaca sebuah majalah Pendidikan untuk anak-anak. Beberapa halaman telah Abi jelaskan pada Nadya dan Hilmi. Setelah itu, Abi harus mengerjakan aktivitas yang lain ketika Nadya minta agar 'pelajaran' dilanjutkan. Agar tetap bisa mengerjakan aktivitasnya, Abi minta diberi waktu oleh Nadya. Nadya setuju. Abi minta waktu 10 menit. Nadya mengiyakan saja.
Abi baru saja mau memulai aktivitas ketika tiba-tiba Nadya bertanya. "Abi, bagaimana caranya kita tau kalo sudah 10 menit?" tanyanya. Saat itu juga, Nadya langsung belajar tentang fungsi 'alarm' atau 'timer' sebagai penentu/pengatur waktu.

[+/-] Selengkapnya...

Thursday, June 11, 2009

Pengurangan "Satu"

Kejutan lagi. Nadya bisa mengikuti pola pembelajaran yang diberikan oleh umminya. Ummi mengajarkan cara belajar pengurangan sederhana (pengurangan 1 satuan) dengan menggunakan angka kecil (di bawah 10), tapi Nadya bisa meladeninya. Bahkan, Nadya mengembangkan sendiri soal-soal latihannya dengan angka-angka yang lebih besar dan beragam. Ini semua bermula dari keinginan Nadya untuk makan telur asin. Berikut ceritanya:
Hari masih pagi. Nadya dan Hilmi sudah sarapan. Mereka makan roti ditemani dengan masing-masing segelas teh manis. Nadya yang memang suka makan telur, tiba-tiba teringat dengan telur asin yang dibeli di swalayan beberapa hari yang lalu. Nadya kemudian meminta telur itu pada ummi untuk dimakan. Terjadilah dialog antara ummi dan Nadya yang kemudian mengarah kepada proses pembelajaran hitungan.
Nadya: "Ummi, mauka makan telur asin yang dibeli kemarin"
Ummi mengambil sebutir telur asin di lemari es, lalu memberikannya pada Nadya.
Nadya: "Tinggal berapa telurnya di kulkas, Ummi?"
Ummi : "Sisa 2, Nak."
Nadya: "Kenapa sisa 2, Ummi?"
Ummi : "Kalo telurnya ada 4, trus dimakan abi 1, sisa berapa?"
Nadya: "hmmm...sisa 3"
Ummi : "Kalo telurnya dimakan lagi sama Nadya 1, sisa berapa?"
Nadya: "hmmm...sisa 2"
Ummi : "Ya, pintar. Makanya telurnya sisa 2, karena sudah dimakan abi 1 dan sudah diambil Nadya 1."
Nadya: "Oh, bitu... (begitu,pen). Aku tau skaranggg..."
Ummi : "Kalo nanti telurnya dimakan lagi sama Hilmi 1, sisa berapami?"
Nadya: "Sisa 1"
Ummi : "Iya, bagus. Nadya memang pintar"
Ummi tidak lagi melanjutkan pertanyaannya. Namun, tiba-tiba Nadya merasa perlu melanjutkan pelajaran berhitung dengan 'pengurangan' tadi. Dia pun membuat soal sendiri dan ditanyakannya pada ummi.
Nadya:"Kalo Nadya punya 2 mainan, trus dikasi ade Hilmi 1, sisa berapa, Ummi?"
Ummi :"Iya, berapa Nadya" (ummi balik bertanya)
Nadya:"Sisa 1"
Ummi :"Iya, betul"
Nadya:"Kalo Nadya punya kue dua-puluh (20), trus kasih ade Hilmi 1, sisa berapa?"
Ummi :"Iya, sisa berapa,Nak?"
Nadya:"sembilan belas"
Ummi :"Iya,betul. Pintarnya Nadya" (ummi merasa perlu memuji)
Nadya:"Kalo Nadya punya buku lima-empat (54), baru kasih ade Hilmi 1, sisa berapa,Ummi?"
Ummi :"Sisa berapa coba?"
Nadya:"lima-tiga"
Ummi :"Ih, pintarnya Nadya" (kali ini ummi mulai heran dengan angka besar yang dipakai Nadya)
Nadya:"Kalo ade Hilmi punya tujuh-delapan (78) bola, trus kasika' 1 sisa berapa,Ummi?"
Ummi :"Ya, Nadya tau berapa?"
Nadya:"tujuh-tujuh, Ummi"
Ummi :"Iya, betul lagi. Tepuk tangann..untuk Nadyaa...!"

[+/-] Selengkapnya...

Sunday, June 7, 2009

Mulaimi Tawwa

Kali ini, abi hanya mau menuliskan momen penting dari perkembangan baru Hilmi. Sejak 2 hari yang lalu, Hilmi terlihat mulai serius belajar mengenal lebih jauh tentang huruf dan angka. Poster-poster aneka huruf dan angka sering-sering dilihatnya. Tak jarang ia bertanya pada kakaknya saat abi dan ummi tidak bisa meladeni. Dia juga mulai serius menekuni pengenalan huruf dan angka dari cd 'Diva'.
Hari ini ada perkembangan baru lagi. Hilmi mulai bisa menyebut huruf 'r'. Penyebutannya cukup jelas. Sepertinya, untuk hal yang satu ini, Hilmi lebih cepat daripada Nadya.
Ayo, Hilmi. Perlihatkan terus perkembanganmu, Nak. Lanjutkan !!!

[+/-] Selengkapnya...

Saturday, June 6, 2009

Hitungan Nadya

Setelah mengenal angka-angka, Nadya mulai diajar menghitung. Menghitung jumlah jari, menghitung jumlah tamu yang sedang dibuatkan minuman, menghitung jumlah kendaraan di depan rumah, dan lain-lain. Pagi ini, Nadya menghitung jumlah kaki. Caranya?
Abi dan ummi sedang sarapan di ruang keluarga sambil menyaksikan berita di tv. Nadya sudah bangun dan ikut sarapan. Tiba-tiba mata Nadya tertuju pada kaki-kaki abi dan ummi yang duduk berdekatan. "ih, ada 4 kaki. satu, dua, tiga, empat", ujar Nadya sambil menunjuk kaki abi dan ummi. Ummi segera merespon positif. "Kalau Nadya duduk di sini, ada berapa kakinya?" tanya ummi. Nadya menghitung lagi, satu,dua,...,enam. Sejenak kemudian ummi mengetes Nadya lagi. "Kalau ade' Hilmi ada juga di sini, berapami kakinya semua?" Apa yang Nadya lakukan? Dia menghitung lagi jumlah kaki abi, ummi, dan kakinya sendiri kemudian buru-buru masuk ke kamar untuk melanjutkan hitungannya pada kaki Hilmi yang masih tidur, hehehe...
Setelah itu, ummi mengajarkan bagaimana cara menghitung tanpa melihat obyek yang mau dihitung, tapi hanya dengan cara membayangkan kehadiran obyek itu. Ternyata Nadya bisa sebatas hitungan yang tidak besar, di bawah 10 hitungan. Lumayan.

BTP, 29 Mei 2009

[+/-] Selengkapnya...

Monday, May 25, 2009

Selera Tradisional

Saat orang-orang di rumah makan brownies sebagai pendamping teh hangat di sore hari, Hilmi memilih menikmati 'bannang-bannang' (Makassar) atau 'uhu-uhu' (Bugis). Ketika anak-anak yang lain berebut biskuit Tango, Hilmi asyik sendiri dengan 'jipang' (atau 'bepang')nya. Selera Hilmi adalah selera tradisional, khususnya untuk jenis kue-kue.
Nenek Hilmi kalau datang dari Bulukumba biasanya membawa macam-macam makanan. Pisang goreng, kue-kue kering, jipang, dan yang lainnya. Dari sekian banyak kue-kue itu, Hilmi cenderung menyukai 'jipang' dibanding yang lainnya. Kue yang biasanya berbentuk balok itu dibuat dari bahan gula merah atau gula pasir. Kalau digigit akan bunyi kriuk..kriuk..
Lain lagi cerita saat kami nginap di rumah nenek Hilmi di Rappocini. Nenek Hilmi menyediakan 'bannang-bannang' untuk dinikmati bersama susu hangat. Nenek memperhatikan Hilmi yang kelihatan sangat menikmati kue yang juga dari bahan gula merah itu. Saat pulang ke BTP, nenek menghadiahkan kue 'bannang-bannang' yang sangat banyak.
Sesampainya di rumah, kue tersebut kami simpan dalam toples, tapi masih bersisa beberapa biji di luar toples. Tanpa pikir panjang, abi menyimpan sisa kue itu di dalam kulkas. Tentu saja, kue yang tadinya renyah ketika dimakan berubah menjadi kue yang agak sulit digigit dan dikunyah.
Heran, kalau lagi mau makan kue, Hilmi hanya mencari kue 'bannang-bannang' itu. Ketika yang di dalam toples sudah habis, meskipun agak repot, Hilmi tetap saja melahap 'bannang-bannang' yang dari dalam kulkas, padahal agak sulit digigit. Dasar Hilmi...

[+/-] Selengkapnya...

Friday, May 22, 2009

Jawaban Hilmi

Tiba-tiba Hilmi berlari sambil membawa 2 bola, 1 miliknya sendiri dan satunya lagi milik Nadya. Tidak jauh. Tetap di dalam rumah. Tiap kali Nadya mendekat dan mencoba merebut kembali bolanya, Hilmi kembali menjauh sambil berseru:"Cencing dulu, balu kaci bolanya (Kencing dulu, baru saya kasih bolanya, pen)".
Tidak lama sebelum Hilmi merampas bola Nadya, ia mendengar ummi yang meminta Nadya segera ke kamar mandi untuk kencing, karena sudah beberapa jam tidak pernah kencing. Nadya memang sering menunda kencing kalau lagi asyik main atau karena memang lagi malas ke kamar mandi.
Dua hari yang lalu, Abah Cikin datang dari Bulukumba dan nginap di rumah. Beliau memberi selembar uang lima-puluh-ribu untuk dibagi oleh Nadya dan Hilmi. Awalnya, uang itu disodorkan pada Nadya, tapi Nadya tidak mengulurkan tangannya. Ketika disodorkan pada Hilmi, dia langsung menyambarnya.
Supaya tidak salah paham, Ummi mengingatkan bahwa uang itu untuk Nadya dan Hilmi. Tapi Hilmi malah nyeletuk sambil mengulurkan sendok-mainan yang ada di tangannya seraya berujar, "kakak cendok caja". Sontak kami tertawa mendengarnya.
Kemarin malam, Hilmi dan Nadya lagi asyik membuka-buka buku kecil berisi aneka huruf dan angka. Masing-masing memiliki 4 eksemplar yang isinya berbeda-beda. Karena haus, Nadya berhenti sejenak dan meinta dibuatkan susu. Nadya pun minum susu dan tidak menghiraukan lagi buku-bukunya. Ternyata buku-buku itu diambil semua oleh Hilmi. Ketika Nadya melihat buku-bukunya diambil Hilmi, dia meminta Hilmi mengembalikan padanya. Lagi-lagi Hilmi menjawab sambil mengelak, "minum cucu dulu kakak".

[+/-] Selengkapnya...

Wednesday, May 20, 2009

Meminta dengan Cara yang Lebih Baik

"Mainanku itu, dik", "anuku itu", "abi, ambilkanka bolaku sama ade' Hilmi". Kalimat-kalimat itu sering diucapkan Nadya ketika mau mengambil mainan atau sesuatu yang sedang dipegang adiknya. Kadang-kadang malah langsung merampasnya dari tangan adiknya. Tapi, sore tadi agak berbeda. Nadya mencoba 'berdiplomasi'.
Menurut informasi dari ummi, bola-karet-berduri yang selama ini 'tersimpan' rapih di bawah ranjang di kamar, ditemukan Hilmi dan kemudian dimainkannya. Bola-karet itu berwarna merah. Dulu, abi membeli 2 bola-karet-berduri seperti itu. Satu warna merah, dan lainnya warna biru. Sesuai keinginan masing-masing, disepakati bahwa bola merah milik Nadya dan bola biru punya Hilmi.
Setelah dipakai beberapa lama, bola biru bocor dan tidak pernah dipakai lagi. Yang warna merah pun menggelinding jauh ke bawah ranjang di kamar. Akhirnya, bola merah itu pun 'bersemayam' di sana.
Sebagaimana biasanya, mainan yang sudah lama tidak digunakan tentunya akan dirindukan. Wajar kiranya, saat melihat bola itu, Hilmi mengambilnya dan mengklaim sebagai miliknya. Dia pun bebas memainkannya sendiri. Saat coba diminta oleh Nadya, Hilmi tidak memberikannya. Nadya kemudian cukup puas dengan memainkan bola lain, sebuah bola pingpong yang ukurannya jauh lebih kecil dari bola-karet tadi.
Sore hari, saat abi sudah bergabung dengan anak-anak, Hilmi sedang asyik kembali memainkan bola-karetnya. Tiba-tiba Nadya memintanya. "Saya lagi, ade'. Hilmi dari tadiji main bola itu", bujuk Nadya pada adiknya. Hilmi tidak bergeming. Abi dan ummi juga mencoba membujuk Hilmi, tapi tidak berhasil. Tiba-tiba Nadya angkat bicara lagi. "Kukira Hilmi suka bola warna biru. Waktu dibelikan adik Hilmi mau bola biru. Kenapa ade' Hilmi main bola merah?", tanya Nadya retoris. Rupanya, Nadya mencoba mengingatkan kami semua bahwa sebenarnya bola-merah yang sedang dimainkan Hilmi itu adalah miliknya. Maka seharusnya, bola itu diberikan padanya. Kira-kira begitu maksud perkataan Nadya tadi. Tapi, begitulah cara Nadya meminta untuk yang kesekian kalinya. Kali ini, lebih diplomatis. Ck..ck..ck..Nadya memang makin cerdas.

[+/-] Selengkapnya...

Wednesday, May 13, 2009

Antara Kasihan dan Bangga

Pekan lalu, ummi mengikuti pengajian di rumah teman akrabnya di daerah Paccerakkang, Makassar. Saya, Nadya, dan Hilmi juga ikut. Sambil menunggu ummi yang sedang serius dengan teman-temannya, Nadya dan Hilmi main dengan anak-anak yang lain.
Beberapa saat kemudian, sebuah gerobak bakso lewat di depan rumah tempat anak-anak main. Salah seorang di antara mereka memanggil penjual bakso tersebut dan memesan 1 tusuk bakso. Melihat ada yang beli bakso, anak-anak yang lain ngiler juga. Mereka bergegas ke dalam rumah meminta uang pada ibunya masing-masing kemudian segera memesan bakso tusuk.
Saya tergerak mencari-cari Nadya. Mungkin kalau saya tawari, dia mau juga makan bakso. Hilmi yang ada di dekat saya sedang sibuk dengan mainannya. Saat beranjak mencari Nadya, dari jauh terlihat Nadya berada di antara anak-anak yang sedang makan bakso dan sedang menunggu bakso pesanannya. Wajahnya memelas sambil silih-berganti memandang bakso dan penjualnya serta anak-anak yang sedang makan bakso. Rupanya dia ngiler juga. Tapi dia tidak minta bakso temannya, tidak mencari saya atau umminya untuk minta uang, apalagi langsung memesan bakso ke penjualnya. Dia hanya berdiri mematung di tempatnya.
Saya kasian melihat pemandangan itu dan segera menghampirinya. Dengan lembut dan penuh kasih sayang disertai rasa kasihan, saya tanyakan keinginannya untuk makan bakso tusuk dan dia mengiyakan. Bersama Hilmi, dia pun makan bakso beserta teman-temannya yang lain.
Nadya dan Hilmi memang tidak terbiasa dengan jajanan yang lalu-lalang di sekitarnya. Jika ada penjual mainan anak lewat di depan rumah, sementara mereka sedang main di teras, mereka hanya menyahut,"adaji mainanku mas" sambil melanjutkan bermain. Kalaupun ada yang kelihatan menarik dari mainan yang dijual itu, mereka hanya memandang sampai penjula mainan itu berlalu dari pandangannya.
Kalau ada penjual es krim 'memanggil-manggil' sambil mondar-mandir di depan rumah dan mereka mendengarnya, mereka hanya berujar "tidakji, mas. nanti batuk".

[+/-] Selengkapnya...

Wednesday, March 11, 2009

Ada Program Tutor Sebaya di Rumah Kami

Sudah sejak lama kami menyediakan berbagai fasilitas belajar buat Nadya. Kami pun, terutama ummi, sangat intens mengajari Nadya macam-macam materi pelajaran. Belajar mengenal warna, mencocokkan bentuk, mengenalkan jenis-jenis hewan, buah-buahan, bunga, sampai pada mengenalkan huruf dan angka. Saat ini, sudah banyak hal diketahui oleh Nadya.Sementara itu, sejak usia satu setengah tahun, Hilmi sering mengikuti tingkah laku Nadya. Ketika Nadya memetik bunga, hilmi ikut melakukannya. Nadya menulis, Hilmi ikut pegang pensil dan kertas. Nadya berdiri di depan poster jenis-jenis hewan, Hilmi ada di belakangnya. Berbagai poster kami tempel di pintu, dinding rumah, bahkan di pintu lemari es.
Karena Hilmi berbuat anarkis terhadap poster-poster itu, akhirnya kami simpan agak lama.
Dua hari yang lalu, poster-poster itu kembali dipasang karena sudah tiba waktunya Hilmi mengenal hewan dan buah-buahan. Seperti biasa, ketika ummi mengenalkan sejenis buah pada Hilmi, Nadya ikut nimbrung. Dia menyebut nama buah itu, sebelum ummi menyebutnya.
Akhirnya, kami meminta Nadya yang mengajari Hilmi, agar dampak positifnya ada pada keduanya, Nadya dan Hilmi. Nadya pun memulai pelajaran. Berikut petikan dialog mereka:
Nadya : "Ini buah pepaya, adee'...."
Hilmi : " iyee..."
Nadya : "Ini buah mangga, adee'..."
Hilmi : "iyee..."
Nadya : "Ini buah anggur, adee'..."
Hilmi : "iyee...anggur"
Nadya : "Ini buah stoberi, adee'..."
Hilmi : "iyee...sobeeli"
Program tutor sebaya tanpa sengaja telah berlangsung di kediaman kami, tempat kami membangun madrasah dan lembaga pendidikan buat anak-anak cerdas seperti Nadya, Hilmi, dan (mungkin) adik-adik mereka nanti.

[+/-] Selengkapnya...

Dulu di Celana, Sekarang di Batu Kerikil

Ummi patut bangga sekaligus bersyukur lebih banyak. Soalnya, Hilmi sudah tidak terlalu banyak 'menyetor' pakaian kotornya kepada ummi tiap pagi. Sebabnya tidak lain karena dia sudah jarang kencing di celana. Kalau sedang tidur, Hilmi masih kencing di celana memang. Tapi kalau tidak sedang tidur, Hilmi akan mengeluarkan celana sebelum kencing di kamar mandi, di belakang rumah, atau di halaman depan rumah.
Biasanya, kalau mau kencing, Hilmi mencari tempat yang 'bagus' untuk dikencingi, seperti pot bunga atau batu kerikil.
jadi, kalau dulu kencing di celana, sekarang Hilmi memilih kencing di batu kerikil.

[+/-] Selengkapnya...

Wednesday, February 11, 2009

Respon Nadya pada TV

Sejak dulu, Nadya serius menyaksikan tayangan acara di tv yang dia senangi. Untuk tontonan menarik khas anak-anak, dia tidak mau ketinggalan. Pekan ini ada perkembangan baru dari Nadya dalam hal responnya terhadap tayangan acara anak-anak di tv. Selain menanyakan waktu penayangan acara-acara di tv, dia juga mulai "berkomunikasi" dengan tv.
Biasanya, Nadya selalu ada di depan tv mulai pukul 13.30 Wita. Dia akan menyaksikan acara "Si Bolang"nya TV 7. Setelah itu, Nadya belum pindah channel, masih di TV 7 untuk menyaksikan "Laptop Si Unyil" dan "Jalan Sesama". Bahkan bisa dilanjutkan dengan acara-acara petualangan anak-anak lainnya di channel yang sama.
Karena tidak mau ketinggalan, sejak pekan lalu, Nadya mulai menanyakan waktu penayangan acara-acara tersebut. "Hari apa ini, Ummi?" tanyanya setelah nonton 'Jalan Sesama'. Atau dia akan bertanya menjelang siang, "Jam berapami sekalang, Ummi? Mainmi 'Boneka'(Istialh dia untuk acara 'Jalan Sesama')?"
Terhitung sudah 2 kali Nadya nangis ketika bangun dari tidur siang. Rencananya, dia mau menunggu acara-acara favoritnya di tv, ehh..malah tertidur. Saat bangun, dia langsung nangis mengetahui acaranya sudah lewat. Kadang-kadang dia memaksa untuk ditayangkan kembali di tv.
Tadi pagi lain lagi ceritanya. Nadya sedang nonton "Dora the Explorer" milik Global TV. Tidak seperti biasanya, kali ini dia mulai merespon. "Apakah kalian melihat siapa yang butuh pertolongan", tanya Dora di balik layar tv. Spontan Nadya menjawab, "kepiting". Di layar tv memang tampak seekor kepiting sedang terjerat. Ketika tas Dora terbuka dan mengeluarkan banyak benda, Ummi mendahului Dora bertanya,"Yang mana yang bisa memotong tali Nadya?" "Gunting", jawab Nadya tangkas.

[+/-] Selengkapnya...

Wednesday, January 28, 2009

Alasan-alasan yang Menggelikan

Cerdas. Itulah salah satu alasan kebanggaan orangtua terhadap anaknya. Apalagi kalau kecerdasan itu ada dalam "8 jenis kecerdasan"nya Howard Gardner, pencetus teori Multiple Intelligence. Tapi, kadang-kadang anak-anak menampakkan jenis kecerdasan lain. Itulah yang diperlihatkan Nadya dan Hilmi sepekan terakhir ini.
Pada Nadya, kecerdasan 'tambahan' itu agak negatif sifatnya. Kami biasa menyebutnya sebagai bentuk 'kalasi', sejenis akal-akalan untuk menghindar dari sesuatu yang dianggap merugikan.
Saat ini, mainan Nadya & Hilmi makin banyak. Sekali main, bukan hanya satu jenis mainan yang dihamburkan, tapi kadang-kadang beberapa sekaligus. Akibatnya, ruang keluarga dan ruang tamu sering nampak berantakan sekali. Kalau mainan itu sudah tidak dihiraukan lagi, seringkali kami meminta mereka berdua untuk merapikannya kembali, memasukkan dalam tempatnya masing-masing. Saat itu Nadya mulai 'kalasi'. "Saki' kakiku ummi. Hilmimo saja pungut mainan", ujar Nadya. Atau dengan kalimat dan alasan lain. "Ayomi Hilmi, beleskan mainan. Saya pegang dosnya saja".
Di didi lain, Nadya juga makin memperlihatkan kecerdasan verbalnya, kecerdasan berbahasa. Baru-baru ini, ada sedikit kelebihan rezeki untuk beli mainan baru. Anak-anak pun telah dijanji untuk beli mainan. Waktu makan siang tiba, mereka disiapkan untuk makan siang. Sayangnya, mereka lagi malas makan, sehingga menolak diberi makan. Ummi coba mengancam. "Kalau tidak makan, tidak usah beli mainan. Pilih mana?", ancam ummi. Serta-merta Nadya menjawab,"Tidak usah makan, beli mainan saja". Nah, pilihan yang sulit, kan?
Hilmi lain lagi. Sejak tiga hari yang lalu, dia tidak mau gosok gigi kalau mandi. Kami kurang tau persis penyebabnya. Mungkin lagi ngilu terasa ketika disikat. Untuk memancing kemauannya, kami lagi-lagi mengancamnya. "Tidak boleh minum susu kalau belum sikat gigi", ancam abi tegas. Dalam usianya yang baru genap 2 tahun, Hilmi menjawab tak terduga,"Cudah gagah Hilmi, tidak usah cikat gigi". hehehe...spontan kami tertawa.


[+/-] Selengkapnya...

Thursday, January 22, 2009

Saling berebut Saling membela

Nadya dan Hilmi sering berebut mainan. Itu wajar. Mereka masih anak-anak. Mereka juga sering membantu satu sama lain. Itu wajar. Mereka bersaudara. Mereka pun saling berempati. Lagi-lagi itu wajar. Mereka sedarah-sekandung.
Kalau beli mainan, seringkali kami sengaja bedakan karena Hilmi laki-laki sedangkan Nadya perempuan. Ketertarikannya berbeda. Nadya suka boneka dan mainan masak-memasak. Hilmi suka mobil-mobilan melebihi yang lainnya. Untuk jenis mainan berbeda seperti itu kami hanya beli satu.
Ada juga mainan yang harus kami beli 2 buah. Satu bola untuk Nadya dan satu untuk Hilmi. Warnanya berbeda agar bisa diidentifikasi kepemilikannya. Pensil dan buku juga kami beli 2 atau lebih.
Namun demikian, rebut-rebutan mainan atau alat tulis tetap saja terjadi. Mereka sering berebut untuk 1 jenis mainan atau untuk 1 jenis alat tulis. Kalau sudah begitu, abi dan ummi harus turun tangan. Bahkan seringkali abi marah berlebihan pada salah satunya terutama pada sang kakak (Nadya). Nah, kalau Nadya sudah nangis karena dimarahi, Hilmi merelakan mainan yang tadi diperebutkan diberikan pada kakaknya. Tidak hanya sampai di situ. Hilmi melanjutkan dengan berteriak keras pada abi untuk menunjukkan bahwa dia marah pada abi karena memarahi kakaknya.
Pada kesempatan lain, Hilmi yang berebut mainan dengan temannya kebetulan tidak dapat mainan itu. Nadya bereaksi dengan membela adiknya sambil mencoba mengambil mainan itu dari tangan teman Hilmi.
Itulah bentuk saling membela di antara mereka.

[+/-] Selengkapnya...

2 tahun Hilmi bersama kami

Rabu kemarin (21 Januari), Hilmi genap berusia 2 tahun. Tentu banyak yang telah berubah dari kondisinya setahun lalu. Alhamdulillah, makin nampak wajah tampannya dan makin mirip dengan wajah kakaknya. Kapasitas otaknya pun makin banyak terisi. Postur tubuhnya sudah nampak membaik karena tidak malas makan lagi.

Setahun lalu Hilmi memang sudah memiliki face laki-laki bahkan sejak lahir sudah ada. Namun wajahnya belum mirip siapa-siapa. Dia tidak mirip abi ataupun ummi, juga tidak mirip Nadya. Kini Hilmi makin tampan (ciee...) dan makin mirip dengan Nadya. Selain itu wajah Hilmi merupakan perpaduan antara wajah abi dan ummi.
Gerak-gerik Hilmi sekarang dengan yang lalu juga beda. Dia makin licah. Lompat sana lompat sini tanpa khawatir akan jatuh. Manjat sana manjat sini tidak peduli peringatan abi-ummi.
Belakangan ini Hilmi punya kosakata khas. De'do dan pa'do adalah dua kata yang sering diucapkannya. Kalau ada yang tanya dan dia tidak bisa jawab, dia sebutkan kata itu. Kalau sedang menghitung tapi agak malas, dia lanjutkan dengan kata itu. "satu..dua..tiga..de'do.." ujarnya malas-malasan. Apalagi jika kata-kata itu direspon (dengan tertawa, misalnya), maka Hilmi akan mengulang-ulangnya beberapa kali. Pikirnya kami suka dia bilang begitu.
Met ultah anakku...jagoanku..Tumbuhlah besar. Tidak lama lagi abi akan ajari kamu memanah, berenang, dan menunggang kuda. Kamu adalah salah seorang prajurit yang disiapkan untuk perjuangan kita.

[+/-] Selengkapnya...

Monday, January 12, 2009

Menyeleksi Tontonan Buat Anak

Nadya & Hilmi nonton sinetron/film dewasa? Tidak akan. Itu tontonan jelek menurut mereka. Tentunya atas bimbingan abi dan ummi sebelumnya. Tapi sejak awal sudah di-opinikan seperti itu. Dan...alhamdulillah, berhasil.
Opini anak-anak kita bisa kita tentukan sejak dini. Opini tentang tontonan misalnya. Anak-anak bisa kita arahkan untuk memandang sebuah tontonan baik atau jelek, bergantung pada kita.

[+/-] Selengkapnya...

Bagaimana Nadya belajar angka dan huruf?

Sudah sejak lama abi/ummi beli fasilitas belajar angka dan huruf untuk Nadya dan Hilmi. Ummi beli mainan huruf & angka dari bahan karet berbentuk bujur sangkar. Abi beli media belajar membaca ala Glenn Doman. Sayangnya, kedua fasilitas itu belum banyak membantu Nadya (khusunya) untuk belajar huruf/angka. Baru beberapa hari belakangan ini, Nadya berminat mendalami belajar huruf dan angka.
Ummi memulai dengan memperkenalkan beberapa huruf yang mudah dihafal. Alhamdulillah, berhasil. Nadya kenal huruf 'I, O, W, M'. Nadya juga belajar mengenal huruf dari tayangan "Jalan Sesama" salah satu stasiun tv swasta. Suatu hari, 'Jabrik', salah satu tokoh dalam acara tv tersebut memperkenalkan 'huruf B'. Katanya, 'huruf B' itu mirip kacamata. Ternyata terekam baik di otak Nadya.
Ummi juga mengenalkan beberapa angka, seperti angka 1, 7, dan 9. Saat melihat 'angka 6' Nadya bilang itu 'angka 9'. Mungkin karena mirip. Akhirnya ummi jelaskan bahwa 'angka 6' itu bukan 'angka 9'. "Kalau angka-sembilan dibalik (sambil memperagakan), jadi angka-enam", begitu ummi menjelaskan.
Baru-baru ini, Nadya memperlihatkan 'angka 0' pada ummi. "Sepuluh ummi, sepuluh", kata Nadya bangga sambil memperlihatkan 'angka 0' pada ummi. Kali ini, ummi menjelaskannya dengan cerdas seperti ini: Ummi mengambil 'angka 1' dan 'angka 0'. Lalu ummi menjelaskan, "Ini angka-satu, ini angka-nol. Kalau digabung...jadi sepuluuuh". Nadya gembira. Sejurus kemudian angka-sepuluh pun dikenalnya. Waktu abi pulang ke rumah, Nadya langsung mengenalkan 'angka-sepuluhnya' pada abi.


[+/-] Selengkapnya...

Dimarahi, Hilmi Melempar

Menjelang ultahnya yang ke-2, Hilmi makin banyak gerak. Gerak yang khas laki-laki; manjat, melempar, jungkir, dan sebagainya. Dia melempar apa saja dan siapa saja. Dia juga melempar kalau ditegur/dimarahi.

Kalau dulu Hilmi nangis atau diam-menunduk kalau dimarahi, sekarang lain. Kalau dimarahi atau ditegur, dia diam sejenak sambil menatap orang yang memarahinya. Sesaat kemudian, dia mengambil sesuatu lalu dilemparkannya pada orang tersebut. Itulah Hilmi sekarang.
Hilmi memang lagi senang menggunakan tangannya. Kadang hanya bermaksud iseng. Mainan yang sedang dipegangnya dilemparkan pada Nadya atau ummi/abi. Bahkan sering tiba-tiba memukul dada, kepala, atau bagian tubuh abi lainnya saat sedang duduk-duduk sambil nonton.


[+/-] Selengkapnya...

Saturday, January 3, 2009

Ultah ke-3 Nadya

Tiga hari yang lalu, Nadya menginjak usia 3 tahun. Banyak perubahan telah terjadi pada diri anak sulung dari pasangan abi dan ummi itu. Ada perubahan yang berlangsung cepat dan ada yang butuh proses agak panjang dan waktu cukup lama.
Kalau bicara, susunan kalimatnya sudah lumayan teratur.
Sekarang, Nadya makin intens belajar menulis dan mengenal huruf dan angka. Apalagi sejak dia punya meja belajar sendiri.
Sebelum punya meja belajar sendiri, dia berinisiatif sendiri mencari tempat belajar. Biasanya dia mau menulis di atas meja sambil duduk di kursi. Motivasinya kuat untuk belajar menulis. Ini terbukti dari kreativitasnya mencari tempat duduk. Suatu saat pakai sofa. Karena kurang pas dengan mejanya (meja dan sofa hampir sama tinggi), dia coba tempat hiasan dari bahan porselin, kebetulan agak besar. Kalau sudah bosan, kadang-kadang pakai kotak tempat mainan yang dibalik.
Belum lama ini, ummi meminta meja belajarnya waktu masih SD yang ada di Bulukumba agar dibawa ke Makassar. Kebetulan Om Iwan ada di Bulukumba. Akhirnya meja belajar itupun tiba di BTP. Nadya sangat senang memiliki meja belajar, meskipun bekas dipakai ummi dulu. Mejanya lumayan tahan, dipakai oleh 2 generasi. Semoga, meja belakar itu bisa mencetak Ketua-ketua OSIS yang baru seperti ummi dulu, aamin...
Met ultah, anakku. Semoga kamu tumbuh menjadi anak shalihah kebanggaan abi dan ummi. Kita tidak memeriahkan ultahmu dengan acara meriah, bahkan tidak ada 'tiup lilin' dan 'potong kue'. Tapi abi sudah memberikan kado buatmu, kan? Semoga bermanfaat.
Kamu harus bersyukur karena masih bisa dapat kado dari abi dan ummi. Saudara-saudaramu di Palestina yang ber-ultah saat ini hanya dapat merasakan ancaman bom dan rudal milik tentara Israel la'natullaah 'alayhim.

[+/-] Selengkapnya...

Keluarga NHA

Keluarga NHA