Wednesday, May 28, 2008

Minum Obat Tanpa Paksaan

Biasanya, Nadya dan Hilmi, kedua buah hati kami sangat sulit diberi obat. Meminumkan mereka obat yang berbentuk sirup atau puyer yang dicampur air adalah kegiatan yang bisa bikin stress.

Empat hari yang lalu, Nadya kami bawa ke dokter karena muntah-muntah dan “buang-buang air”. Hal ini bermula ketika kami bawa mereka belanja ke mall pada sabtu malam. Tiba di rumah, Nadya kelihatan pucat dan tidak bergairah melakukan apapun, maunya hanya baring. Tak lama kemudian, dia muntah. Sepanjang malam, kira-kira 4-5 kali Nadya muntah disertai demam.

Obat yang kami beli di apotek langsung kami berikan pada Nadya. Seperti biasa, dia menolak sejadi-jadinya sambil menangis dan berteriak-teriak. Kalau sudah begitu, akhirnya obat masuk juga ke mulutnya dengan cara dipaksa. Hal ini masih berlangsung hingga 2 hari berikutnya.

Pengaruh membaca buku Asma Nadia dan Isa ada juga. Buku “Potret rumah Penuh Warna” memberi inspirasi pada kami untuk memberikan obat pada anak-anak dengan cara lain. Kami mencoba membujuknya agar mau minum obat. Dia menolak. Kami rayu dan kami puji-puji. “Pintarki tawwa Nadya minum obat itue, coba dulu, nak. Sedikitmo”. Akhirnya dia mau mencicipi obatnya pada ujung-ujung sendok dalam posisi duduk tanpa dipegang lagi. Kami makin memujinya. “Palla’na tawwa, pintar mentongi”, pujiku bersama umminya. Maka obat sebanyak 1½ sendok berhasil dihabiskannya. Sejak saat itu, kami memberi Nadya dan Hilmi obat tanpa memaksa, tapi dengan memuji-muji sambil mendudukkannya di kursi.

Makassar, 19 Maret 2008

No comments:

Keluarga NHA

Keluarga NHA